Sabtu, 06 Agustus 2011

Tujuh Spirit Kemenangan Ramadan

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS. Al Baqarah: 183).
Ayat ini menggambarkan urgensi ibadah puasa di bulan Ramadan. Kata kutiba menunjukkan makna bahwa ibadah puasa di bulan Ramadan adalah wajib. Wajib karena itu kebutuhan fitrah manusia. Allah swt. yang meciptakan manusia, Dialah yang lebih tahu hakikat fitrah ini. Dan Dialah yang lebih tahu rahasia diwajibkannya puasa. Karena itu tidak ada pilihan lain bagi manusia kecuali harus berpuasa (tak bisa terbantanhkan atau meminjam bahasanya mas HHM puasa Ramadan sebagai sesuatu obligation yang tak bisa dipertentangkan lagi) . Karena itu pula Allah berfirman: kamaa kutiba ‘alalladziina min qablikum. Artinya bahwa manusia terdahulu pun juga terkena kewajiban untuk berpuasa.
Sudah pasti bahwa Allah swt. tidak mungkin mensyari’atkan sesuatu yang tidak ada gunanya. Sebab Allah swt. Maha Bijak, Allah berfirman: alaisallahu bi ahkamil haakimiin. Sudah pasti bahwa semua ibadah yang Allah swt. ajarkan jika benar-benar dilaksanakan oleh manusia, akan membawa manfaat yang agung bagi manusia itu sendiri. Dalam berbagai peristiwa sejarah di zaman Rasulullah saw. kita selalu membaca bahwa kemenangan demi kemenangan justru terjadi di saat-saat umat sedang berpuasa di bulan Ramadan. Ada apa dengan Ramadan? Inilah alasan mengapa tulisan ini secara khusus akan mengungkap rahasia kemenangan dan hubungannya dengan Ramadan. Setidaknya ada tujuh spirit kemenangan Ramadan yang bisa diangkat dalam tulisan ini:
Pertama: Kemenangan Atas Nafsu
Dalam kata ‘ash-shiyam’ pada ayat di atas terkandung makna al-habsu artinya menahan (atau lebih tepat lagi mengatur). Seorang yang berpuasa pasti sedang menahan atau me-manage nafsu dengan segala dimensinya. Bukan hanya nafsu makan dan minum, melainkan juga nafsu hubungan seks dan nafsu memandang yang haram. Perhatikan diri para kadhang ketika sedang berpuasa. Apa yang saudara tahan? Bukankah saudara sedang menahan diri dari yang halal? Makan dan minum itu halal bagi saudara (menurut kaidah ushul fiqihnya adalah: al ashlu fil asy-ya’I al ibahah) bahwa hukum makan minum itu pada awal/dasarnya adalah mubah alias boleh. Berhubungan seks dengan istri saudara itu juga halal. Tetapi saudara tahan atau saudara atur (karena kalau waktu habis maghrib sampai waktu imsak, hubungan suami istri hukumnya sah-sah saja). Dan saudara mampu menahannya. Apa makna semua ini? Di sini nampak bahwa sebenarnya saudara sedang bertarung dengan nafsu diri sendiri. Saudara sedang berusaha mengendalikannya. Sekalipun nafsu itu meronta-ronta memanggil saudara untuk makan di siang hari yang panas, namun saudara tetap mengendalikannya sampai tiba adzan maghrib. Bila ternyata saudara mampu melakukan ini (mampu menahan/mengatur), sungguh tidak ada alasan bagi saudara untuk terjatuh kepada yang haram, hanya karena godaan nafsu.
Tapi sayangnya banyak orang yang hanya menjadikan puasa sekadar ritual yang mati. Mati karena hakikat puasa yang sebenarnya untuk menahan nafsu, ternyata itu hanya dilakukan di bulan Ramadan saja. Begitu habis Ramadan, tidak sedikit dari mereka yang tadinya berpuasa kembali merasa bebas untuk berbuat dosa. Akibatnya puasa Ramadan tidak membawa makna apa-apa bagi hidupnya. Ibarat seorang yang makan, begitu makanan ditelan setelah itu dimuntahkan lagi. Tentu cara hidup ber-Islam seperti ini tidak akan memberi buah sama sekali bagi kehidupan ruhaninya. Karena itulah makna puasa yang seharusnya menjadi titik tolak kemenangan atas hawa nafsu, itu harus tetap dipertahankan sepanjang hayat, sebab hanya demikian hakikat ritual akan menjadi seperti air yang disiramkan terhadap sebuah pohon. Maka pohon itu akan menjadi tumbuh subur, akarnya menghunjam ke bumi dan tangkainya menjulang ke langit. Setiap orang yang berteduh dibawahnya tidak hanya akan merasa sejuk melainkan juga akan merasa aman dengan rindangnya.

Kedua: Kemenangan Atas Setan
Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa ketika tiba Ramadan, syetan-syetan diikat. Nabi saw. bersabda: “Bila Ramadan tiba, pintu-pintu surga dibuka, dan pintu-pintu neraka ditutup, sementara syetan-syetan diikat.” (HR. Bukhari-Muslim). Ini menunjukkan bahwa iman umat Islam di bulan Ramadan harus meningkat. Karena itu kita selalu menemukan suasana yang berbeda di bulan Ramadan. Orang yang tadinya malas shalat berjemaah di masjid, selama Ramadan ia rajin ke masjid. Orang yang tadinya tidak pernah membaca Al Qur’an, selama Ramadan selalu membacanya (bertadarus). Orang yang tadinya kikir bersedekah, selama Ramadan menjadi dermawan. Orang yang tadinya tidak pernah bangun waktu fajar, selama Ramadan selalu bangun fajar dan shalat subuh berjemaah di masjid. Orang yang tadinya tidak pernah shalat malam, selama Ramadan rajib shalat malam. Orang yang tadinya mempertontonkan auratnya, selama Ramadan menjadi wanita anggun di balik jilbab yang indah.
Suasana seperti ini menggambarkan betapa Ramadan benar-benar membawa keberkahan bagi umat Islam. Terasa bahwa syetan benar-benar diikat. Syetan tidak bisa bergerak secara leluasa. Mengapa? (a) Nabi saw.: wash shaumu junnatun (puasa adalah penangkal dari dosa dan api neraka). Lalu nabi saw melanjutkan : “Maka ketika kalian berpuasa hendaklah jangan berkata kotor dan tidak mengumpat. Bila ada orang mencaci katakan kepadanya: maaf aku sedang berpuasa…” (HR. Bukhari-Muslim) (b) Karena nafsu selama bulan puasa dikendalikan. Begitu nafsu terkendali syetan tidak punya jaringan untuk bergerak. Begitu jaringanya menjadi sempit, amal-amal shaleh meningkat di mana-mana. Begitu amal shaleh meningkat otomatis iman akan naik. Sayangnya pemandangan ini hanya berlangsung sekejap. Selama bulan Ramadan saja. Setelah itu kehidupan yang penuh kemenangan kembali lenyap dalam gelora nafsu. Dosa-dosa kembali dilakukan di mana-mana tanpa merasa takut sedikit pun. Jika memang demikian, benarkah kemenangan atas syetan selama Ramadan adalah kemenangan sejati atau haya kemenangan sesaat alias semu (tanpa makna)? Sampai kapan umat ini akan terus berpura-pura kepada Allah swt., menjadi hanya seorang muslim yang baik di bulan Ramadan saja?

Ketiga: Pahala Dilipat-gandakan
Dalam sebuah hadist Rasulullah saw. bersabda: “Setiap amal anak Adam selama Ramadan- dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat, bahkan sampai tujuh ratus kali lipat. Kecuali puasa, Allah berfirman: Puasa itu untuk-Ku, dan Aku langsung yang akan memberikan pahala untuknya.” (HR. Muslim). Maksudnya bahwa pahala puasa bukan hanya dilipatgandakan melainkan lebih dari itu, Allah swt berjanji akan memberikan reward/pahala tanpa batas (unlimited reward). Bayangkan berapa pahala yang akan didapat seseorang sepanjang hari berpuasa, bersedekah, menegakkan amal-amal wajib lalu dilanjutkan dengan amal-amal sunnah. Di mana semua itu dilipatgandakan tujuh ratus kali lipat.
Bagaimana jika seorang muslim membaca Al Qur’an dalam sehari lebih dari satu juz. Rasulullah saw. menerangkan bahwa pahala membaca Al Qur’an hitungannya per huruf. Setiap huruf satu kebaikan, dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat. Itulah rahasia, mengapa para ulama terdahulu begitu masuk Ramadan mereka belomba-lomba mengkhatamkan Al Qur’an tanpa batas. Ada yang mengkhatamkan sehari sekali. Ada yang sehari dua kali. Yang selalu saya baca dalam kitab manaqib-nya Imam Syafi’ie adalah bahwa ia selalu mengkhatamkan Al Qur’an selama Ramadan 60 kali khatam. Apa yang menarik di sini bukan logis atau tidaknya, melainkan kesungguhan mereka dalam mengkhatamkan Al Qur’an. Itulah spirit yang harus kita ambil. Bahwa akan menilai amal shaleh kita dari segi kuantitas melainkan dari usaha maksimal yang kita lakukan. Inilah makna ayat: “Fattaqullaha mas tatha’tum (maka bertaqwalah kepada Allah semaksimal kemampuanmu)” (QS. At-Taghabun:16)

Keempat: Dosa-Dosa Diampuni
Minimal ada tiga ibadah dalam Ramadan yang secara tegas Rasulullah saw. mengkaitkan dengan ampunan dosa-dosa terdahulu: Pertama, ibadah puasa. Nabi saw. bersabda: “Man shaama Ramadhaan iimaanan wahtisaaban ghufira lahu maa taqaddama min dzanbihi. (Siapa yang berpuasa Ramadan dengan kesadaran iman dan penuh harapan ridha Allah, akan diampuni semua dosa-dosa yang lalu.” (HR. Bukhari-Muslim). Kedua, ibadah shalat malam (baca: tarawih). Nabi saw. bersabda: “Man qaama Ramadhana iimaanan wahtisaaban ghufira lahu maa taqaddama min dzanbihi. (Siapa yang menegakkan shalat malam Ramadan dengan kesadaran iman dan penuh harapan ridha Allah, akan diampuni semua dosa-dosa yang lalu.” (HR. Bukhari-Muslim). Ketiga, Ibadah shalat malam lailatul qadr. Nabi saw. bersabda: “Man qaama lailatal qadri iimaanan wah tisaaban ghufira lahu maa taqaddama min dzanbihi. (Siapa yang menegakkan shalat malam pada malam lailatul qadr dengan kesadaran iman dan penuh harapan ridha Allah, akan diampuni semua dosa-dosa yang lalu.” (HR. Bukhari-Muslim).
Perhatikan ketiga hadits di atas, betapa ibadah Ramadan yang akan menjadi penyebab ampunan dosa bukan hanya puasa, melainkan ada juga ibadah shalat malam sepanjang Ramadan termasuk pada malam lailatul qadr. Tetapi sayangnya banyak orang Islam hanya mengambil puasanya saja, sementara ibadah-ibadah lain yang tidak kalah pentingnya dengan puasa diabaikan. Akibatnya tujuan Ramadan yang sebenarnya merupakan bulan ampunan dosa, tidak tercapai secara maksimal. Banyak orang beralasan sibuk mencari nafkah dan lain sebagainya, sehingga tidak sempat memaksimalkan semuanya itu. Perhatikan Rasulullah saw. sekalipun hari-harinya sibuk berdakwah, pada bulan Ramadan masih menambah lagi amal-amal ibadah yang melebihi hari-hari biasanya. Apakah cukup dengan hanya beralasan bahwa mencari nafkah juga ibadah, lalu mengabaikan membaca Al Qur’an, shalat malam dan lain sebagainya? Pada suatu ketika, Siti Aisyah istri Nabi saw, sempat menegur dan bertanya kepada Kanjeng Nabi, Ya Rasulullah, kenapa engkau selalu tak pernah putus melakukan shalat malam sepanjang hidupmu? Bukankah engkau telah dijamin oleh Allah swt, akan masuk surga karena kema’shumanmu Ya Rasul?, lalu Nabi saw menjawab: wahai istriku Aisyah, kenapa aku selalu tak henti-hentinya beribadah kepada Allah swt, karena aku “malu”, meski aku beribadah sepanjang hidupku siang dan malam, aku belum (dan tak akan) mampu membayar nikmat-nikmat yang telah Allah SWT berikan kepadaku dan keluargaku.

Kelima: Doa-doa Dikabulkan
Seorang yang sedang berpuasa doanya mustajab. Sebab ia sedang dalam kondisi menahan nafsu. Syetan-syetan tidak mendekatinya. Karenanya ia lebih dekat kepada Allah swt. Ketika ia dalam kondisi sangat dekat kepada Allah swt., maka doanya akan mudah diterima. Karena itu Nabi saw. menganjurkan agar orang-orang yang sadang berpuasa banyak-banyak berdoa. Para ulama mengatakan: Disunnahkan bagi orang yang sedang berpuasa selalu mengucapkan dzikir, memanjatkan doa, sepanjang hari selama berpuasa. Sebab puasa membuat pelakunya semakin dekat kepada Allah swt. Orang-orang yang dekat kepada Allah swt. doanya mustajab.
Berdzikir dan berdoa selama puasa memang sangat dianjurkan sepanjang hari. Tetapi berdzikir dan berdoa pada saat menjelang buka puasa sangat ditekankan dan diutamakan. Nabi saw. bersabda: “Orang yang berpuasa doanya tidak ditolak, terutama menjelang berbuka.” (HR. Ibn Majah, sanad hadits ini sahih). Ibn Umar ra. meriwayatkan bahwa Nabi saw. menjelang buka puasa selalu berdoa: “Dzahabazh zhomau wabtallatil ‘uruuq watsabatil ajru insyaa allahu ta’aalaa. (Dahaga telah pergi, kerongkongan telah basah, semoga Allah memberikan pahala). Abdullah bin Amru ra. selalu membaca doa berikut ini sebelum buka puasa: “Allahumma as’aluka birohmatikallati wasi’at kulla syai’ antaghfira lii dzunuubii. (Ya Allah aku mohon kepada-Mu dengan rahmat-Mu yang mencakup segala sesuatu, agar Kau ampuni aku.”
Imam At Tirmidzi meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah, Nabi saw. bersabda: “Tiga orang yang doanya tidak pernah ditolak: Pemimpin yang adil, seorang yang sedang berpuasa sampai ia berbuka, orang yang dizholimi.” Jelasnya bahwa selama puasa Ramadan iman hamba-hamba Allah swt. sedang naik, mereka selalu bangun malam menegakkan shalat, mereka selalu membaca Al Qur’an, mereka selalu bersedekah, mereka jauh dari dosa-dosa, mereka bertobat minta ampunan kepada Allah swt. dan sebagianya. Semua itu merupakan suasana yang dukung-dukung membuat turunnya keberkahan dari Allah swt. Semakin banyak keberkahan yang turun semakin mudah doa yang kita panjatkan dikabulkan oleh Allah swt.

Keenam: Raih Lailatul Qadr
Dalam surah Al Qadr: 3-5 Allah swt. menerangkan keagungan malam lailatul qadr: “Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” Inilah malam yang sangat Allah swt. agungkan. Pada malam lailatul qadr ini Allah swt. pernah menurunkan Al Qur’an. Bukan hanya itu, setiap malam lailatul qadr Allah memberikan kesempatan kepada hamba-hamba-Nya untuk menutupi kekurangan masa lalunya dengan beribadah menegakkan shalat, berdzikir dan membaca Al Qur’an. Bayangkan pahalanya khsusus dan luar biasa. Tidak bisa dibandingkan dengan pahala beribadah selama 1000 bulan. Kata khairun pada ayat di atas menunjukkan makna lebih baik, bukan sama. Perhatikan betapa keutamaan ibadah pada malam lailatul qadr hendaklah diraih dengan sungguh-sungguh.
Perhatikan kata khairun min alfi sahrin (lebih baik dari seribu bulan). Imam Ibn Katsir dalam tafsirnya, pernah melakukan hitung-hitungan tentang hakikat seribu bulan itu. Beliau mengatakan: 1000 bulan = 84 tahun 3 bulan. Saya mencoba merenungkan hakikat ini. Saya menemukan betapa angka tersebut menggambarkan usia terpanjang rata-rata manusia. Artinya, bila kita pikir-pikir ayat tersebut, kita akan segera mengambil kesimpulan bahwa beribadah pada malam lailatul qadr masih lebih hebat pahalanya dibanding dengan pahala ibadah sepanjang hidup. Tetapi maksudnya di sini bukan lantas mencukup dengan ibadah pada malam lailatul qadr kalau setelah itu tidak beribadah sepanjang hayat? Ini salah. Itu maksudnya adalah (a) bahwa kita secara normal menyadari bahwa masih banyak ibadah yang kurang maksimal, atau bahkan sangat kurang. Perlu adanya back up pahala, untuk menutupi kekurangan-kekurangan itu. (b) Kita seharusnya -selama hidup- selalu beribadah kepada Allah swt. untuk menutupi nikmat-nikmat-Nya yang tidak pernah putus. Tetapi karena kesibukan yang demikian banyak, serta kelemahan iman yang kita punya, tentu banyak kondisi yang tidak bisa dipenuhi. Allah swt. yang Maha Pengasih memberikan peluang agar kita bisa mengimbangi nikmat-nikmat tersebut. Karenanya dibukalah malam lailatul qadr.
Rasulullah saw. memberikan tuntunan agar lailatul qadr itu diburu pada sepuluh malam terakhir Ramadhan. Terutama malam-malam ganjil: 21, 23, 25, 27, 29. Banyak para sahabat dan para ulama yang menekankan secara khusus malam tanggal 27 Ramadan. Tetapi demikian, mereka menganjurkan agar tidak mencukupkan hanya dengan malam tanggal 27 saja (Jawa: malem pitulikuran). Sebab tidak mustahil malam lailatul qadr itu akan terjadi pada malam-malam lainnya. Karena itu hendaknya seorang hamba Allah swt. selalu bangun setiap malam. Karena tidak ada yang tahu pasti kapan dan tanggal berapa sebenarnya lailatul qadr itu terjadi. Karena itu sebagian sahabat mengatakan: Siapa yang yang bangun menegakkan shalat setiap malam sepanjang tahun ia pasti dapat keistimewaan lailatul qadr.
Sebenarnya lailatul qadr ini adalah suatu kesempatan yang sangat istimewa dan sangat mahal. Seharusnya setiap orang yang beriman bersungguh-sungguh untuk meraihnya. Seharusnya mereka sejak dini sudah bersiap-siap dengan segala daya upaya untuk mendapatkannya. Seperti mereka berdaya upaya untuk meraih medali dalam sebuah olimpiade. Seharusnya mereka menyesal seumur hidupnya ketika tidak terlibat dalam perlombaan ini. Padahal Allah swt. telah berfirman: “Fastabiqul khairaat (berlomba-lombalah kalian dalam kebaikan.” (QS. Al Baqarah:148). Tetapi sayangnya banyak orang beriman tidak tertarik dengan perlombaan. Bahkan banyak dari mereka yang cuek dan tidak terpanggil untuk mempersiapkan diri supaya mendapatkannya. Pun tidak sedikit yang tidak menyesal karena tidak kebagian keberkahannya. Apakah mereka telah merasa kebanyakan pahala, sehingga merasa cukup dengan pahala amal yang selama ini mereka kerjakan? Coba pikirkan seberapa persenkah pahala yang kita dapatkan dibanding dengan pahala para sahabat Nabi saw.? Nabi saw. bersabda: “Janganlah kau mengejek sahabat-sahabatku, demi Allah seandainya kau infakkan emas sebesar gunung Uhud, pahala yang kau dapatkan itu tidak akan mencapai segenggam atau separuhnya dari pahala yang mereka dapatkan.” Perhatikan sedemikian agungnya pahala para sahabat itu, itu pun mereka masih berlomba-lomba meraih malam lailatul qadr.

Ketujuh: Kejar Level Taqwa
Ayat tentang puasa di atas, ditutup dengan la’allakum tattaquun (agar kamu bertaqwa). Artinya bahwa tujuan utama puasa Ramadan adalah untuk membangun kesadaran taqwa dalam pribadi seorang muslim. Taqwa seperti yang dikatakan Ubay bin Ka’ab ra. kepada Umar bin Khaththab adalah: “Bahwa orang yang betaqwa itu seperti orang berjalan di tempat yang banyak durinya. Kanan-kiri, bawah-atas ada duri.” Bayangkan apa yang dia lakukan? Tentu ia sangat berhat-hati, jangan sampai duri itu menggores tubuhnya. Begitu juga taqwa. Anda berhati-hati dari pandangan yang haram seperti anda berhati-hati dari duri, itu taqwa. Anda berhat-hati dari harta haram, jangan sampai barang itu masuk ke perut anda, atau ke perut istri dan anak anda, seperti anda berhati-hati dari duri, itu takwa. Anda berhati-hati dari dosa-dosa kecil apalagi besar seperti anda berhat-hati dari duri, itu taqwa.
Perhatikan betapa taqwa merupakan totalitas kehati-hatian seorang hamba dalam menjalankan ketaatan sekaligus kepatuhan kepada Allah swt., jangan sampai sedikit pun dari apa yang dia lakukan dimurkai Allah swt. Itulah rahasia mengapa Allah swt. mengikat pada ayat di atas antara puasa (ash-shiyam) dengan taqwa. Sebab ketika seseorang berpuasa dia telah mengendalikan nafsunya. Dan hanya dengan mengendalikan nafsu, seseorang secara bertahap akan naik ke level taqwa. Karena itu dalam Al Qur’an masalah taqwa merupakan tema sentral. Katika Allah swt. menceritakan pedihnya siksaan neraka itu sebenarnya supaya orang bertaqwa. Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim: 6). Begitu juga ketika Allah swt. menceritakan keindahanya surga dan kelezatan makanan dan minuman di dalamnya, itu tidak lain supaya manusia bertaqwa.
Lebih dari itu, banyak ayat dalam Al Qur’an yang menekankan pentingnya bersikap taqwa: (a) Di pembukaan surah Al Baqarah, Allah swt. langsung menceritakan sifat-sifat orang yang bertaqwa. (b) Dalam surah Ali Imran:133, Allah swt. menegaskan bahwa surga dipersiapkan untuk mereka yang bertaqwa: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (c) Dalam surah Al Hujurat: 3, Allah swt. menunjukkan bahwa paling mulianya manusia adalah orang-orang yang paling bertaqwa. (d) Dalam surah Al Qashash:83, Allah swt. menerangkan bahwa kemenangan itu hanya milik orang-orang yang betaqwa: “Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” Dalam surah Al Qalam:34, lagi-lagi Allah menceritakan indahnya surga yang dipersiapkan untuk mereka yang bertaqwa: “Sesungguhnya bagi orang-orang yang bertaqwa (disediakan) surga-surga yang penuh kenikmatan di sisi Tuhannya.”
I’tibar (Lesson Learn)
Intinya, Ramadan adalah nikmat agung sekaligus tamu agung yang datang setahun sekali. Di dalamnya banyak kesempatan bagi orang-orang beriman untuk meningkatkan iman dan mencucikan dosa-dosa dengan memohon ampun kepada Allah swt. tidak hanya puasa, banyak ibadah Ramadan yang diajarkan Allah swt. dan Rasul-Nya yang tidak kalah pentingnya dengan ibadah puasa. Seperti ibadah shalat malam, i’tikaf, banyak bersedekah, mengkhatamkan Al Qur’an dan lain sebagainya. Siapa yang bersungguh-sungguh melaksanakan semua itu, kemenangan pasti akan dia capai. Sebaliknya bagi siapa yang mengabaikan, dia sendiri yang rugi. Ingat bahwa tidak ada yang bisa menjamin bahwa seseorang bisa hidup sampai ke Ramadan tahun depan. Karena itu, ketika ternyata kita diberi kesempatan memasuki Ramadan tahun ini, janganlah sekali-kali disia-siakan. Segeralah bergegas untuk beramal. Segeralah bersungguh-sungguh untuk menggunakan kesempatan ini secara maksimal. Semoga Allah swt. menerima amal ibadah kita semua. Amien. Wallahu a’lam bish-shawab. By: M.A.S, Santri Ponpes Salafiyah Al Ikhlas Kabupaten Lebak-BANTEN, Alumnus Jurusan Peradilan Agama (PA) Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang, sekarang menjadi Pengurus Bidang Keorganisasian Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Cabang Jakarta Selatan.